DPRD Kaltim: Kepastian Status Tanah Perumahan Korpri di Samarinda

Purantara.id, Samarinda – Sengketa mengenai status tanah perumahan Korpri di Kecamatan Loa Bakung, Kota Samarinda, terus memanas. Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, telah mengambil inisiatif untuk meminta Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) guna mendapatkan klarifikasi resmi setelah hampir 30 tahun status tanah tersebut belum ditingkatkan menjadi hak milik.
Dalam rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin oleh Sapto, perdebatan sengit mengenai status Hak Guna Bangunan (HGB) perumahan Korpri di Samarinda menjadi fokus utama.
Sapto menegaskan bahwa perlu ada klarifikasi resmi dari Kemendagri untuk mengatasi ketidakpastian yang telah lama menjadi masalah.
“Kita perlu tahu bagaimana respon resmi dari Kemendagri. Apapun itu, baik atau buruk, harus kami sampaikan agar kami dapat menentukan langkah selanjutnya,” ujar Sapto dengan tegas (20/10/2023).
Lebih lanjut, Sapto mengungkapkan kesepakatan untuk membawa perwakilan dari tiga pihak yang terlibat, yaitu Pemprov Kaltim, DPRD, dan warga Loa Bakung, untuk melakukan konsultasi langsung dengan Kemendagri.
Hal tersebut menunjukkan komitmen penuh dalam menyelesaikan permasalahan ini.
Untuk menunjukkan keseriusan mereka dalam memecahkan masalah ini, Sapto dan anggota dewan lainnya telah sepakat untuk berkontribusi dalam biaya akomodasi, termasuk membantu iuran bersama-sama dengan kepala BPKAD.
Semua langkah ini diambil untuk menghilangkan anggapan bahwa pemerintah daerah tidak peduli dengan masalah tanah di Loa Bakung.
Sapto menjelaskan bahwa status tanah saat ini didasarkan pada HGB yang dapat diperpanjang.
Masalah muncul karena ada usulan untuk mengubahnya menjadi Surat Hak Milik (SHM), yang memicu perdebatan panjang.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Sapto mengusulkan solusi sementara dengan memperpanjang HGB hingga 30 tahun, sekaligus melarang penjualan tanah kepada pihak non-PNS.
“Solusi sementara adalah memperpanjang HGB hingga 30 tahun. Kita harus menjaga agar tanah ini tidak diperjualbelikan kepada pihak non-PNS,” ucap Sapto.
Sapto menekankan bahwa keputusan ini akan sangat bergantung pada kebijakan gubernur Kaltim, yang harus memutuskan apakah HGB akan diperpanjang dan untuk berapa lama. Namun, aturan yang berlaku adalah 30 tahun atau 20 tahun jika tanah tersebut tidak mengalami perubahan fungsi. (Fr/Adv/DPRDKaltim)