MK Diskualifikasi Edi Damansyah, HMI Kukar Soroti Ketidaknetralan Penyelenggara Pemilu

Purantara.id, Kutai Kartanegara – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 03, Dendi Suryadi dan Alif Turiadi, dalam sengketa Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kutai Kartanegara Tahun 2024.
Dalam putusannya, MK mendiskualifikasi Edi Damansyah sebagai calon bupati serta memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) secara menyeluruh di wilayah tersebut.
Putusan ini menuai beragam reaksi, salah satunya dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kutai Kartanegara. Kepala Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Kepemudaan (PTKP) HMI Kukar, Muhammad Alfin, menyayangkan dinamika politik yang berkembang pasca-keputusan tersebut.
Ia menilai bahwa polemik yang terjadi seharusnya dapat dicegah jika penyelenggara pemilu sejak awal mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.
“Situasi ini seperti ‘Pilkada Berdarah di Kukar’. Jika sejak awal penyelenggara mematuhi Putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023 yang telah inkrah, maka PSU tidak perlu terjadi,” ujarnya.
Alfin juga mengacu pada Putusan MK Nomor 129/PUU-XXI/2024 yang menegaskan bahwa masa jabatan seorang kepala daerah dihitung berdasarkan periode yang telah dijalani secara nyata, bukan hanya berdasarkan pelantikan.
Menurutnya, ketidakcermatan penyelenggara dalam memahami aturan ini menyebabkan pasangan calon yang tidak memenuhi syarat tetap lolos, sehingga berujung pada PSU yang menguras anggaran.
Lebih lanjut, ia menyoroti praktik lobi dalam proses hukum dan kebijakan. Menurutnya, lobi politik bukanlah hal yang tabu, asalkan tetap sejalan dengan prinsip hukum yang berlaku.
“Jika praktik tersebut dilakukan untuk mengakali regulasi, justru akan merusak sistem demokrasi,” tegasnya.
Dalam menghadapi PSU mendatang, HMI Kukar menegaskan komitmennya untuk turut serta mengawal jalannya pemilu agar berlangsung secara objektif dan demokratis.
Selain itu, Alfin mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) agar segera bertindak atas dugaan ketidaknetralan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Jika DKPP tidak segera bersikap, potensi kecurangan bisa kembali terjadi. Apalagi, peluang pasangan calon nomor urut 01 kini terbuka lebar. Jangan sampai PSU ini sia-sia dan malah mengulang kesalahan yang sama,” pungkasnya.